Iwan Fals. sumber : merdeka.com
Salah satu lagu yang menjadi master
piece album Raya yang ditelurkan Iwan Fals di tahun 2013 adalah lagu
berjudul “Katanya”. Dari segi irama dan liriknya lagu ini patut diberi nilai
100. Sayangnya lagu ini tidak memiliki video clip, inilah yang kami sesali dan
kritisi dari perilisan album Raya. Padahal kalau saja lagu ini di-VideoClip-kan,
mungkin sudah ratusan kali diputar di televisi. Terlepas dari itu semua, Dunia
Iwan Fals sudah ratusan kali mendengar dan mengulang-ulang lagu ini. Tak pernah
bosan dan saat memutarnya kembali selalu memberikan nafas dan energi kehidupan
baru. Apa yang kami rasakan mungkin juga dirasakan oleh jutaan pendengar
lainnya.
Lagu ini memiliki durasi
terpanjang dari seluruh lagu-lagu yang ada di album Raya, yaitu 7.09 detik.
Sama panjangnya dengan lagu Negeri Kaya. Saat ketukan Jimbe menjadi
irama pembuka lagu kemudian disambut dengan “jreng” suara gitar yang
khas dari Iwan Fals, ruh dalam lagu ini mulai keluar. Dari bait demi bait,
lirik demi lirik yang terrangkai memberikan pesan bermakna untuk kehidupan.
Setelah menelusuri jejak lagu ini dari awal sampai akhir, ditambah kami kami
berkesimpulan bahwa lagu “Katanya” yang diciptakan Iwan Fals ini memiliki tiga
pesan makna kehidupan untuk kita. Hal ini yang Dunia Iwan Fals sebut Trilogi
Kehidupan Dalam Lagu “Katanya”.
Sumber mbaktini.blogspot.com
Apa sajakah tiga pesan itu? Mari
kita kupas satu persatu berdasarkan urut liriknya.
Pesan Pertama, Keluh Kesah dan
Ratapan
Kalau orang miskin dilarang sakit
Tentulah makam akan bertambah sempit
Kalau orang miskin tak boleh pandai
Tentu serakah semakin menyeringai
Sempat aku bingung kenapa ini terjadi
Di negeri yang subur
Yang baik hati
Di lirik pertama Sang Legend menjelma
menjadi seseorang yang sangat mengerti dengan perasaan umat manusia, terutama
perasaan Bangsa Indonesia yang dari waktu ke waktu selalu dirundung oleh
persoalan sosial seperti kemiskinan, bencana alam, kesehatan, ketidakadilan,
dll. Keadaan carut-marutnya bangsa ini berhasil dipotret oleh Iwan Fals di awal
lagu. Kalau dipikir-pikir, orang mana sih yang ingin dirinya atau keluarganya sakit?
Orangtua mana yang tidak ingin anaknya sekolah dan menjadi pandai? Yaps, kemiskinan
dan kesehatan menjadi dua tema utama yang disitir Iwan Fals di awal lagu.
Dua hal ini pun tak seakan-akan tidak pernah selesai. Mungkin sampai hari
kiamat. Entah mengapa.
Pertanyaannya, mengapa harus tentang
kemiskinan dan kesehatan? Mungkin maksud Iwan Fals dari dua tema ini adalah persoalan besar yang
paling sering dialami bangsa Indonesia. Hampir setiap hari media memberitakan
ketimpangan sosial yang berkaitan dengan kemiskinan dan kesehatan. Saat kita
saksikan banyak rakyat Indonesia yang hidup bantaran sungai, kolong jembatan,
di sisi rel kereta api, pada saat bersamaan juga kita saksikan sebagian orang-orang
kaya dan pemimpin-pemimpin bangsa hidup bermewah-mewahan di bawah gelimangan
harta.
Mereka berpesta di atas derita
rakyat. Saat orang-orang miskin sudah pasrah memikirkan penyakit yang selama
ini diderita lantaran tak punya biaya untuk berobat, yang mereka pikirkan hanya
satu, makam. Sebagaimana Katanya, “Tentulah makam akan bertambah
sempit”. Artinya semakin banyak orang miskin yang mati karena tak punya
tempat untuk mencurhatkan penyakitnya. Ditambah biaya rumah sakit sekarang tidak
ada yang murah, sementara jaminan kesehatan semakin tidak memiliki kepastian. Mati
adalah jawaban, begitulah yang dipikirkan orang pinggiran. Habis mau
ngapain lagi?
Dua persoalan ini persis seperti
skandal korupsi dan gelamor hidup Tubagus dan kakaknya, Ratu Atut yang sempat
membuat ibu pertiwi menangis melihat anak-anak bangsanya menjadi seperti itu.
Dua orang ini diklaim menjadi dalang koruptor alat kesehatan di Provinsi
Banten. Padahal dinasti Atut hidup dalam kekayaan dan di atas kata “Cukup”. Itu
baru Ratu Atut, bagaimana dengan yang lainnya. Entahlah. Kenapa hal itu bisa
terjadi di negeri yang subur dan baik hati ini?
Di sinilah letak keluh kesahnya.
Pesan Kedua, Renungkan dan
Introspeksi Diri (Muhasabah)
Simak liriknya :
Keluh kesah tak selesaikan masalah
Malah membuat hati bertambah gundah
Kenyataan ini ada di depan mata
Kemana pun kau pergi bahkan terbawa mimpi
Inilah yang menjadi lirik favorit Dunia Iwan Fals. Setelah meratap dan
mengetahui letak permasalahan sebagaimana tertuang dalam lirik pertama, lirik
yang kedua seakan-akan menjadi tamparan sekaligus nasehat buat kita agar
tidak terlalu larut dengan nuansa kesedihan. Pun, kesedihan, keluh kesah,
ratapan berlebihan, semua itu tidak akan pernah menyelesaikan apa yang kita
rasakan. Kalau terus-terus dipikirkan, hati kita akan gelisah, malah bertambah
gundah. Masalah pun tak pernah selesai. Saat terjaga atau tertidur tetap saja
di depan mata. Terus dan terus seperti itu. Sampai kapan hal ini terjadi? Sampai
Iwan Fals memberi solusi di lirik selanjutnya, kita simak.
Iwan Fals dan keluarga, saat perilisan album Raya di Rolling Stone - Jakarta
Pesan Ketiga, Solusi dan Action!
Dengarkan :
Stop mengeluh ayo singsingkan lengan
Bahu membahu saling membantu
Jutaan manusia menunggu senyum tulusmu
Memang tak mudah tapi bukan berarti tak bisa
Hei Hei Hei Hei, Indonesia...!!!!
Cukuplah sudah keluh kesah itu
Jangan tumpah lagi air matamu
Kalau pun tumpah adalah air mata bahagia
Karena bangga menjadi Indonesia.
Inilah lirik pemangkas. Iwan Fals mengajak kita agar tidak mudah mengeluh,
singsingkan lengan dan selesaikan semuanya. Sang Legend juga tak lupa
menyelipkan pesan nurani kemanusiaan, “bahu membahu saling membantu”. Maksudnya
agar kita semua tidak hanya menyalahkan pemerintah dan orang lain. Selama kita
sendiri bisa mengatasi semuanya, kenapa harus tunggu pemerintah dan orang lain?
Mulai dari diri sendiri, mulai dari sekarang, dan mulai dari hal-hal yang
kecil. Itulah yang Iwan Fals maksud. Saat Tuhan memberikan kecukupan hidup kepada
kita, alangkah baiknya jika sebagian rezeki yang Tuhan berikan kita sisihkan
untuk orang lain. “Jutaan manusia menunggu senyum tulusmu.” Hanya
orang-orang tulus yang akhirnya tergugah dengan lirik ini. Ratapan kaum-kaum
akar rumput dikiaskan dengan “senyuman”, dan yang menyaksikan senyuman
itu adalah kita. Kita. Dan kita! Orang Indonesia yang berhati tulus dan selalu
berusaha memberikan apa yang kita punya demi kebaikan sesama. Ingat lagu Kesaksian?
Hidup bersama harus dijaga!
Yang terakhir ini memang berat dan tidak mudah. Namun sesulit apapun
masalahnya hal itu bukan berarti kita tidak melakukannya. “Memang tak mudah
tapi bukan berarti tak bisa”. Begitulah
katanya. Jika semua Orang Indonesia bersatu dan mau membantu sesama, masalah-masalah
sosial dan individual di Indonesia pasti teratasi. Air mata yang dulunya
menetes karena kesedihan kini menetes karena kebahagiaan. Tangisan-tangisan
yang menjadi kilauan air mata tak akan mengisak lagi. Yang berkibar adalah
merah putih dan senyuman tulus dari Orang Indonesia. Tentu saja, betapa bahagianya
kita jadi Orang Indonesia dan jadi Bangsa Indonesia yang katanya kaya
raya.
Mengapa bisa terjadi? Alasannya hanya satu, Karena kita Bangga
Menjadi Indonesia...!!!! Itulah Indonesia, negeri yang katanya zamrud
khatulistiwa. Negeri yang katanya serpihan surga. Bukan negeri yang penuh
dengan kilauan air mata dan “oh...!!!”
Mudah-mudahan tulisan Dunia Iwan Fals bisa menggugah hati teman-teman
dan membuka cakrawala kehidupan kita. Mari kita jadikan Ormas Oi sebagai tempat
indah untuk mengekspresikan lirik lagu ini. Yuk, bahu membahu saling membantu.
Iwan Fals dan Lea Simajuntak saat menyanyikan lagu Katanya.Youtube.
Katanya zamrud khatulistiwa
Katnaya serpihan surga
Katanya.....
Oh
iya, Iwan Fals menyanyikan lagu ini diiringi oleh irama merdu Lea
Simajuntak. Alhamdulillah saat peluncuran album ini di Cafe Rolling
Stone Dunia Iwan Fals ikut menyaksikan dan pertama kali mendengarnya
langsung
dari Sang Legend, sekaligus pertama kalinya lagu ini dinyanyikan di
depan
publik. Dan saat tulisan ini dibuat Dunia Iwan Fals ditemani oleh lagu Katanya
yang dihidupkan oleh Tukang Nasi Goreng Favorite Dunia Iwan Fals.
Dan buat teman-teman yang ingin menyaksikan video konsernya, silakan
klik Lea Simanjuntak & Iwan Fals - Katanya
Sumber : Dunia Iwan Fals
Posting Komentar - Back to Content